Bahasa Medan Sehari Hari
Bahasa Medan Sehari Hari
Pengen kisahan ah adapun Bekas, ii kabupaten yang saya tinggali sebelum Jakarta. Takdirnya dihitung-hitung, lama saya tinggal di Medan 20 musim, suntuk pindah ke Jakarta sampai sekarang sudah 13 perian lebih.
Banyak teman lama di Medan menanya, kira-terka saya masih cak hendak kembali tinggal di Medan gak kemudian hari kalau sudah pensiun? Ya saya jawab belum tahulah, tengok situasi dululah ya kan?
Terus morong, meskipun udah lama di Jakarta, tapi kalau patut lagi nongkrong di mana gitu, doyan cak bertemu aja gitu hamba allah Gelanggang yang langsung bikin saya kangen sejajar Medan.
Seperti rembulan lalu saat saya dan Vay singgah ke kedai salinan di KoKas untuk membeli choco chip frappucino Vay. Saat itu kami sudah lalu duduk di geta yang memang mutakadim diatur jaraknya mengikuti aturan physical distancing. Silam datanglah dua daun muda nan lalu duduk di memintas kami.
Tak lama mereka berbua-bual, dengan suara minor semenjana tapi gak berlebih pelan, dan kuping saya langsung terbuka.
Keknya orang Ajang ini,
begitu batin saya. Eh tambahan pula saya keterusan mau nguping haha…
Habis teringat pula pada hal setahun yang sangat. Perian itu masih di kedai manuskrip yang sepadan, saya lagi duduk sebentar menunggui Vay yang sedang santai minum. Lewat sebelah kami, cukup catur orang perjaka cewek mengobrol dengan suara kencang. Telinga saya sudah lalu kebuka dong pastinya, tapi yang
harus digarisbawahi
adalah anak saya nan berbarengan kontan menoleh ke arah mereka karena terkinjat dengan celaan kencang dan dialek nan idiosinkratis, lalu mengsol memandang saya bersama-sama senyum lebar.
“Teman Mami,”
katanya. LOL.
Antagonis-teman dekat saya di Jakarta ini sering salah mengira kalau saya dan keluarga di rumah karuan ngomongnya pakai bahasa Tempat
(alias dikira mereka pakai bahasa Batak)
. Bisa jadi mereka plong mikir begitu karena sejauh bergaul dengan mereka saya rajin mengeluarkan sisi orang Palagan saya, dan sekali lagi tren bataknya. Ini bau kencur kira-kira sapta-delapan tahun belakangan doang saya semakin rajin balik ke gaya Medan, gara-gara saat itu ada anak hijau asal Siantar, Bernad yang baru masuk divisi kami. Begitu engkau senggang kami satu kampung, simultan keluarlah kan bataknya. Saya pun makara ketemu imbangan, dan hasilnya bisa mengeluarkan kangennya ngomong Medan.
Lalu ketika ada bandingan sekantor, Nessa, dinas ke Wadah dan engkau ngomongnya “kebatak-batakan dan ke-medan-medanan”, turunan Ajang bingung kok bisa ini sosok Jakarta jago kamus bahasa Medan. Berasal mana dia belajar bahasa Medan? Terus teman saya bilang, “Senggang berusul KakZy lah!” LOL. Terus yang di Kancah bilang heran mengapa bisa semua jadi terjerat-ikut karena si Zizy? Padahal selama di Tempat dia gak terlalu terlihat Medan-nya.
Selolahhh….
Tapi sesungguhnya, di rumah tidak ada nan ngomongnya kek bani adam Medan atau kebatak-batakan, selain saya. Ayahnya Vay (meskipun Batak) aslinya besar di Jakarta jadi gak bisa ia sok-rangah jadi individu Medan, pasti kaku, gak cocok. Mending gak usah sok jadi hamba allah Medan daripada diketawain. Vay apalagi.
Di flat opung Vay di Panggung, kita ngomongnya oplos, mixed antara bahasa Medan dan bahasa Papua. Lakukan yang belum sempat, mami saya keturunan Ambon dan sebelum pindah ke Arena kami adv amat di pulau indah di Papua, pulau Biak.
Contents
- Bahasa Insan Medan enggak Bahasa Batak
- Kamus Bahasa Wadah dan artinya
- Tambahan Kamus Bahasa Medan Interlokusi
- Minus tambahan pula terjemahan bahasa medan
- Apa sepantasnya intensi kata “apakan lalu”?
Bahasa Orang Medan bukan Bahasa Batak
Saya sejumlah begini karena masih banyak yang mengira Medan itu kota orang Batak. Padahal kota Arena itu terdiri dari banyak kesukuan, dan sungguhpun kita rajin ketemu turunan bermarga di Medan, belum pasti ngomongnya B
komposisi
. Kalau basyar Medan pasti ngomongnya pakai bahasa Medan yang sudah tercampur dengan bahasa melayu, sementara seandainya ingin dengar bani adam Batak zakiah ngomong ya main-mainlah ke Pematangsiantar, itu yang paling hampir. Jadi bisa dikatakan kamus bahasa Kancah itu ya oplos-campurlah dengan kamus hokkien Wadah, kamus jawi Medan. Karena memang orang Ajang itu etnisnya lalu beragam.
Awal pindah ke Medan, saya dan abang saya yang masih bocah dibuat terkejut-kejut dengan bahasa ajaib anak adam Medan. Nanti di asal saya akan tuliskan kosa kata bahasa Medan sehari-hari yang wajib diketahui sebelum kalian
traveling
ke Medan ya.
Ambillah. Sebelumnya saya akan menceritakan lampau pengalaman abang saya saat mau membeli sate di sebuah warung, di sejumlah lilin batik pertama kami menempati rumah di Komplek Gaperta, Kancah.
Jadi di warung dekat flat kami itu ada ibu-ibu tua renta yang menjual sate di panggangan boncel di lantai, jadi lain dengan gerobak ya. Abang saya lalu bilang ke papi seandainya anda mau mencoba sate itu, penasaran itu sate apa. Ya maklumlah kami pecah kota kecil tentu suntuk excited mengepas hal-kejadian baru di ii kabupaten besar. Di Biak bersantap sate ataupun mie tiau adalah kelimpahan, sebab yang jualan sedikit sehingga harga jual pun tingkatan.
“Ya telah sana, coba cak bertanya,” begitulah kata papi waktu itu. Lalu pergilah berma saya ke sana.
Eh
enggak sampai panca menit dia kembali dengan terengah-engah dan raut wajahnya penuh rasa kaget.
“Kenapa?” Pertanyaan Papi.
“Dong
bilang itu sate kera, Pi!” Seru si abang.
(dengan logat Irian yang kental)
Kami semua kaget mendengar itu.
“Issh… bani adam Medan brutal-e… masa dong biking sate berpunca cigak?” (Bahasa Papua, dong = mereka, biking = bagi)
Tak lama kemudian papi kami mendapat info akurat, takdirnya itu bukanlah sate kera, tapi SATE Kijing! Hhahaha :))
Sreg akhirnya kami pun senggang bahwa sate kijing merupakan pula jajanan khas Medan yang terkenal. Tak jarang jadi bekal makanya-oleh selain duren, bika ambon, bolu meranti, teri tempat, dannnn lain-tidak.
Gak usah kusebutlah semuanya ya, banyak soalnya kuliner Medan.
Baca ini juga ya woi:
Tempat Wisata di Palagan yang Wajib Dikunjungi
Bak bocah yang pindah dari pulau terujung Indonesia ke kepulauan yang pun paling kecil ujung Indonesia, kami karuan beradaptasi dengan bahasa Wadah yang kemudian sekarang melekat intern diri kami. Kami pula beramah-tamah dengan anak-anak Medan dengan ragam tungkai nan pula penasaran dengan kami, teman-teman baru yang baru cak bertengger semenjak pulau yang nun jauh di sana, Irian Jaya. Saat itu juga saya baru sadar bedanya Tionghoa Medan dengan Tionghoa di Biak atau Jakarta. Kalau di Ajang mereka bicara pakai bahasa aslinya hokkien, tapi kalau di Biak, semua pakai bahasa tempatan, ya cacat lebih sebagai halnya di Jakarta alias di Jawa.
Dan ternyata, orang Medan sekali lagi senang menyingkat-nyingkat perkenalan awal seperti kami di Papua, tapi bahasa Panggung jauh lebih beragam karena terserah unsur melayu di dalamnya. Dan karena sedemikian itu beragamnya budaya di Medan, jadi sangat lumrah sikap kesukuan cukup kuat. Basyar Tamil Medan bisa pakai bahasa sendiri, orang Tionghoa Tempat juga begitu, tapi kerjakan sehari-masa semua pakai bahasa Medan yang selevel.
Nan senang bikin saya mengernyitkan dahi adalah kalau suka-suka orang Tempat, di Bekas, tapi beraga becakap
lu gue. Lu gue itu dipakai sekiranya kau di Jakarta, pas kau balek Medan, ya konvensional ajalah, kan kau turunan Kancah.
Mungkin ini sebabnya, ketika saya yunior masuk hari pertama di SD Persit (murid pindahan paruh tahun), detik itu seorang n partner yunior, teruna berbadan kaya berjangat putih mengajak saya berandai-andai dengan bertanya-tanya seperti, “Irian itu di mana? Kamu tinggal di sana berapa lama?” dst…. habis ada teman lain yang komplen. Katanya, “Pakek
kau-kau ajalah ngomongnya… gak usah pakaikamu.”
Eh eh
afiliasi nih, udah lamaaaa sekali, waktu saya masih di Medan, cak hendak cetak foto, jadi saya turut ke tempat cuci cetak, terus sederum ke bagian CS, karena kan memang gak ada nomor antrian. Itu ya terserah CS-nya nanti yang harusnya kasih nomor, dong. Waktu saya urut-urutan ke depan, terdengar suara berbisik tapi pas abadi berbunga dari kedudukan berderet di rapat persaudaraan pintu ikut tadi. “Dasar orang Medan.” Harapan ia itu, karena dianggapnya saya gak luang antri. Saya menoleh sepemakan adv amat balik lagi membidik CS sambil berkata kembali cukup kuat, “Hhmpph….yaelah kayak dia enggak orang Medan aja.” Gak usah tipulah, dari cakap kau aja udah tahu aku kau orang Bekas. LOL.
Lagipula apa hubungannyaorang Medan
sama gak luang antrian? Di mana-mana lagi banyak kelakuan orang gak antri. Dan aku bukannya gak ngantri ya, memang gak cak semau penerima tamu di situ.
*Jadi emosi awak kan?
Kamus Bahasa Wadah dan artinya
Oke sekarang ini dia kamus bahasa Kancah. Semoga sepan ini bagi dihapal sebelum perkembangan ke Wadah sekitarnya.
-
Aci: dapat. “Enggak aci la woi kayak itu.”
Gak bolehlah kayak gitu
. - Acek: sebutan lakukan kiai-bapak Tionghoa di Bekas.
- Alamak: seruan! Alah Mak. Ini kosa pengenalan tertambat-ikut film P. Ramlee nan memang terkenal di Kancah berkat siaran TV3
- Alip: permainan petak sembunyi. “Main alip yok woi..”
- Anak asuh mudanya: sebutan bikin warok internal film. “Weees datang momongan mudanya.”
- Angek: sirik, hasad
- Apek: panggilan untuk kakek-poyang Tionghoa. Sering juga dipakai lakukan menggambarkan gaya orang, “Gaya kau kek apek-apek kutengok.” Memang di Medan sudah biasa campur kembali dengan kamus hokkien Medan.
- Awak: saya/sira pula bisa. “Awak masih di rumah ini, bentar lagilah meluncur.”
- Balen: bagi alias minta
- Baling: error, kemungkus. “Udah baling perseroan itu, becakap sendiri sira kutengok.”
- Seruan salat: bangkang. Di Medan memang biasa menjuluki semua lelaki muda dengan sebutan seruan sembahyang. Kaprikornus tak “mas”.
- Bandal: bandel, nakal
- Bedangkik: pelit
- Begadang: maksudnya adalah krecek segi empat warna coklat, enggak begadang tidak tidur semalaman ya.
- Bedogol: bodoh, bego
- Terasi: terasi
- Bengak: goblok
- Pekak: babak belur
- Betor: angkung motor
- Bereng: melirik dengan radikal. “Alamak, diberengnya aku tadi.” Ini serapan dari bahasa batak.
- Berondok: sembunyi
- Berhanyut: sebutan untuk kegiatan main ban menyusuri revolusi sungai.
- Beselemak: belepotan. “Beselemak kali kau makan.”
- BK: sebutan untuk mengatakan nomor petugas keamanan, “Berapa BK motormu?”
- Bocor alus: agak gila (sedeng)
- Bolong: lobang. “Banyak bolong kronologi di sebelah sana,” maksudnya mau beberapa jalannya berlubang-lubang
- Bonbon: permen
-
Bos: sebutan buat orang wreda kita (bapak/ibu). “Gimana siaran Atasan? Sehat?”
Gimana kabar bapakmu, sehat?
- Cak: coba…. “Cak mainkan dulu.”
- Cakap: besar kecek. “Banyak boleh jadi cakapmu.”
- Rupawan kotor: besar mulut kotor
- Celat: pelat
- Celit: pelit
- Cemana: macam mana? Bagaimana?
- Cetek: dangkal, pendek. “Cetek ajanya airnya.”
- Cengkunek: kecondongan, besar kecek kosong. “Banyak kali cengkunekmu.”
- Cici: uni dalam bahasa Tionghoa. Kini jika kita jalan ke Fiskal Petisah pun, tiap suntuk dipanggil “Tengok-tengok dululah Ci..”Masa aku dipanggil cici? Gak ditengoknya kulitku gelap begini?
- Cincong: cakap. “Gak usah banyak cinconglah.”
- Cop: congor ketika mau memangkal melakukan sesuatu. “Coplah aku, letih.”
- Deking: cucu adam andalan yang membantu di pinggul. “Mana tahu dekingmu? Kok cepat kali beres urusanmu di kantor itu?”
- Demon: protes
- Dongok: bodoh
- Doorsmeer: basuh mobil. Nah ini mesti tahu, jadi kalau kita cak hendak menghindari ke juru cuci mobil, pasti bilangnya, “Ingin ku-doorsmeer lampau mobil.”
- Ecek-ecek: pura-kantung
- Enceng: selesai. “Udah enceng kami main.”
- Eskete: gak bekawan, musuhan. “Esketelah kita.” Lazimnya momongan kecil sekiranya adu jotos ngomongnya gitu.
- Joki: jagoan andalan. “Mana gacokmu. Ayo main kita.”
- Galon: pom bensin
- Gecor: ucapan ember, gak bisa simpan kiat
- Gedabak: sebutan bagi “fisik nan besar”
- Gelek: mariyuana
- Gelut: kelahi
- Gerot: singkatan terbit goyah otak, kata ini digunakan untuk mengatakan hamba allah nan nyana aneh tingkahnya
- Lanting: genit
- Golek-golek: tidur-tergeletak
- Struma: dongkol. “Gondok aku dibuatnya.”
- Jute botot: biram sado butut, biasa sangat depan kondominium berbarengan teriak “Booouuttt…. Botuttttt”
- Gosok/menggosok: menyetrika
- Keneker: kelereng
- Hajab: mampus, hancur. “Hajablah aku nanti dimarahi mamakku, ilang uangnya kubuat.”
- Honda: sebutan untuk sepeda gembong merek apa aja.
- Ikan laga: ikan cupang
- Kaco: bimbang, bongkar-bangkir. “Kaco kelihatannya kau. Kerjaan gak pernah kemas.”
- Kak: uni. Biasa dipakai cak bagi memanggil perempuan yang lebih renta sejumlah tahun di atas kita
- Kali: sekali, banget
- Kamput: merek minuman gentur Kambing Putih, jadi kalau mau bilang bani adam pun mabok, “Rame-rame kutengok orang itu lagi mereguk kamput.”
- Kedan: teman, sohib
- Kede sampah: kedai yang jual macam-macam sampai jualan sayuran
- Kede Aceh: warung kelontong (sebab dahulu yang biasa bertoko kelontong kebanyakan sosok Aceh)
- Kek: kayak, biasa disambung dengan pembukaan mana. “Kek mananya kau kerja? Mengapa gak siap-siap kerjaanmu?” Siap= radu
- Kekeh: ketawa.
- Kelen: kalian
- Keling: hitam. Gemar dipakai bagi menyebut tungkai India Tamil di Medan tapi juga dipakai untuk mengejek tampin yang kulitnya gelap (saya contohnya dulu diejek keling sekali lagi)
- Kelir: pensil corak
- Kepling: majikan mileu (di Sumatera gak ada pake istilah RT RW ya)
- Keplor: kepala lorong
- Kereta kilangangin kincir: roda
- Kereta: besikal motor
- Kocik: kecil.
- Kombur: ngobrol atau bersuara-cakap
- Burut: longgar
- Kongsi: bikin-bakal. “Beli suatu aja, sekutu kita.”
- Kopek: kelupas
- Koyak: sobek, robek
- Kuaci: permainan plastik kecil dengan aneka rangka yang halal dipakai buat taruhan
- Masjid: Benturan/tabrak.
- Lantak: terlampau
- Lasak: gak bisa diam. “Lasak kali kaulah.”
- Lego: over bola. “Kampiun kali bah persekutuan dagang itu ngelego bola.”
- Lengkong: cincau hitam
- Lepuk: pukul. “Kena lepuk dia sama orang di kampung sisi.”
- Lewong/leyong: hilang, raib. “Leyong udah uangku dibawa lari.”
- Ligat: lihai, lincah.
- Limper: lima perak, dulu dipakai untuk uang lelah ferum pecahan Rp 5
- Limpul: lima desimal fidah, Rp50
- Limrat: lima dupa, Rp500
- Keranjang sampah: payah, jelek, bongkar-bangkir. “Loak kali serikat itu sekarang.”
- Lobok: keredaan, kebesaran
- Longoh/longor: lompong, dungu
- Lorong: gang. Makanya tadi ada keplor
- Mak: panggilan antara ibu-ibu muda atau sesama kawan. “Cemana kabarmu, Mak?” Atau, “Mak Vaya apakabar?”
- Manipol: Mandailing polit. Entah bilamana istilah ini cak semau, makara bani adam yang pelit disebut manipol terlebih jika ternyata beliau basyar mandailing, padahal aturan pelit mah bisa berpokok kaki mana saja
- Main-main: istirahat. Protokoler dipakai bakal menamakan jam istirahat sekolah, “Keluar berlaku,”
- Masuk angin: udah amem. Ini kerjakan mengatakan perut semisal kemplang kondisinya telah amem dan gak akan kriuk lagi saat dimakan. “Udah masuk kilangangin kincir tu kerupuknya, gak enak lagi.”
- Melalak: keluar terus, jalan terus
- Mengkek: manja
- Mentel: centil
- Mentiko: belagu, suka cari masalah
- Merajuk: ngambek
- Mereng: miring
- Merepet: mengomel
- Petro: minyak bumi. “Patutlah lumpuh, habis pulak minyaknya.”
- Minyak lampu: petro lahan
- Minyak bersantap: minyak manis
- Monja/monza: sebutan lakukan kawasan di jalan Monginsidi, yang menjual baju dan barang2 jebolan impor, disebut Mongonsidi Plaza, tapi sekarang setiap penjualan rok alumnus di Medan sekitarnya disebut “monza”.
- Biang keladi: mobil
- Nampak: Terpandang, kelihatan. “Padalah, udah nampak itu gunungnya dari sini.”
- Nembak: seram. “Habis makan, nembak kongsi tu.” Habis makan kabur gak bayar.
- Ngeten: mengintip, adaptasi dulu dari bahasa Batak.
- Nokoh: menipu. “Nokoh aja dia kerjanya,” menyilap saja kerjanya anda.
- Ompa’an: untuk menyebutkan aturan orang nan gemar dibaik-baikin
- Orang itu: mereka. “Udah capek siapa raga bilangin Kak. Tunak gak mau dengar khalayak itu.”
- Oyong: kalangan, keleyengan
- Pajak: pasar. Pajak Petisah, Pajak Sambas
- Pala: bukan terlalu. “Gak pala bagus sekali lagi barangnya.”
- Palak: bukan kena palak, tapi ini kerjakan mengatakan rasa sebel atau kesal. “Palak kali aku dibuatnya.”
- Palar: demi, dibela-belain
- Panas: demam. “Anakku pula panas ini.”
- Pande: pandai
- Panglong: toko konstruksi
- Pangkas: sebutan bakal runjam rambut
- Parah: sebutan untuk manusia yang gak bisa diharap. “Parah kali kawan itu, gak bisa dimintai tolong.”
- Paret: serokan, got besar
- Pasar: jalan
- Paten: bagus, hebat
- Paok: bodoh
- Payah: terik. “Soal ujiannya payah bisa jadi.”
- Pengang: tuli
- Pencorot/corot: nomor paling kecil pantat. Legal dipakai kerjakan mengistilahkan ranking di inferior. “Pencorot dia di kelasnya.”
- Perli: menggoda gadis
- Perei, prei: libur. “Perei lewat kami hari ini.”
- Serong: lain waras
- Pinggir: kalo naik angkot mau menepi teriaknya gini: Pinggir Bang!
- Ponten: nilai
- Porlep: sebutan kerjakan ahli angkut barang di bandara
- Raun-raun: jalan-jalan, keliling-keliling kota
- Recok: berisik
- Rol: bilah, penggaris
- Roti: sebutan untuk semua spesies kue basah atau biskuit disebut roti
- RBT: Rakyat Banting Lemak tulang, ini sebutan buat ojek
- Rupanya: ternyata
- Sarap: gila
- Sedeng: gila, sinting
- Selop: sandal
- Selow: slow, lambat
- Belukar: bongkar-bangkir, enggak terurus. “Pangkaslah rambutmu, semak kali kutengok.”
- Semalam: Kemarin (mau pagi, siang tunggang, malam atau prematur hari tetap dikatakan kemarin)
- Sengak: ketus!
- Senget: sinting, tidak waras
- Sepeda janda: sepeda jaman dulu yang osean itu
- Setil: tren
- Setip: tipeks
- Sewa: digunakan oleh supir angkot atau betor andai pengganti pembukaan penumpang. “Mau cari sewa dulu hari ini.”
- Siap: selesai. “Aku udah siap bersantap, ni. Pergi kita yok.”
- Sikit: kurang
- Silap: keliru, salah
- Simpang: pertigaan alias perempatan jalan
- Somboy: buah tandus asinan cina yang terkenal di Ajang, rasanya asem-asem dan bercelup sirah
- Sor: suka
- Stedy: keren. “Lu orang stedy terus ya, gayanya oke.”
- Sudako: angkot paling legendaris di Wadah, pintunya tak samping tapi belakang
- Tahapahapa: entah apa-segala. Merujuk pada anak adam yang susah dipahami perbuatan atau perkataannya. “Tahapa-hapalah kawan tu elok. Gak ngerti aku.”
- Tarok: letakkan
- Teh tong: air minum halal
- Teh manis dingin (mandi): es teh manis
- Telekung: telekung
- Tenggen: mabok
- Tepos: bokong rata
- Tepung roti: debu terigu
- Terge: peduli. “Gak ditergenya aku dari tadi, lho.”
- Tekongan: belokan
- Tekong: tikung, seremonial dipakai di kalimat, “Kasihan sang A, kena tekong cewek dia setara sang B.”
- Toleh: lihat atau maksudnya ialah perhatikan baik-baik. Contoh jika adv amat toko akan dipanggil seperti ini, “Masuklah Kak. Tengoklah tinggal, mana tahu setuju.”
- Titi: jembatan
- Tokoh/nokoh: melebun. “Kawan itu gampang siapa ditokohi orang.”
- Tokok: jitak. “Mo kutokok kepalanyalah. Bikin panik orang aja ngilang gak ada permakluman.”
- Tonggek: bokong raksasa (kebalikan berbunga tepos)
- Toyor: pukul
- Tukam: takziah, melayat
- Tumbok: martil/tumbuk
- Tungkik: cirit telinga, demen dipakai menyapa orang yang dipanggil gak peduli. “Tungkik kurasa sira.”
- Kaspe: ubi
- Uwak: sebutan buat anak adam yang mutakadim wreda
- Wak Geng: ketua geng, bos remannya
- Wayar: kabel
- Woi: “Hei!”
Lalu cak semau istilah di asal ini yang makin populer karena dipakai oleh Alm. Sutan Bathoegana tapi sebenarnya mutakadim makara bahasa gaul sehari-hari orang Bekas.
197. Ngeri-ngeri sedap: ketar-ketir, empot-empotan menghadapi keadaan. Situasi yang seia digambarkan, misalnya kita mau atau habis ketemu seorang CEO untuk final temu ramah dan kita ceritakan sreg n antipoda kalau situasinya tadi “agak gelap-kabur sedap”, sangka ngeri tapi aman pun… kurang lebih seperti itu.
198. Turut barang tu / masok dia: idiom ketika akhirnya keluar jurus pamungkas yang ditunggu-tunggu
Tambahan Kamus Bahasa Gelanggang Percakapan
Jadi ingat lagi, bilang ahad lalu koteng sahabat lama di Medan menelepon. Namanya Rossita, temen orasi saya lewat.
Sejenis ini kita ngobrolnya:
“Mak, apa warta? Sehat kelen kan?”
“Afiat aku, Mak Ros. Kau sehat?”
“Alhamdullilah sehat.” jawabnya. “Aku lagi di kede kenalanku ni, Mak. Orang ini jualan tembusan, terus kukasihlah piagam darimu, meski dicobak orang ini kan.”
“Udah kusuruh orang ini
polo
kau, ya.” Polo = follow.
“Tapi kau kutelepon dululah, aku tahu nanti kau karuan gak mau nerge orang, kalau kau gak kenal.” (terge-red)
“Iyalah,
namanya
pun gak kenal.” jawab saya. Maksudnya, ‘iyalah, kan gak kenal’.
Lalu kami berdua ketawa.
Sedikit tambahan kembali terjemahan bahasa ajang
- Bahasa Panggung aku sayang kamu,
Holong rohanghu tu ho.
Ini sebenarnya bahasa Batak, ya, tapi diadaptasi juga misal bahasa Medan - Bahasa kancah barang apa keterangan, sebenarnya adaptasi juga berusul bahasa Batak, “Songon dia baritana”
- Apa arti bodat dalam bahasa Arena. Alas kata “bodat” ini berasal dari bahasa Batak,artinya beruk. Biasanya dipakai untuk mengumpat makhluk lain.
Barang apa sebenarnya maksud kata “apakan dulu”?
Inilah yang paling pelalah mengundang gelak. Jangankan individu luar Kancah, orang Palagan ajapun kadang suka ketawa sendiri jika udah sampai pada percakapan pamungkas ini.
“Dek, tolonglah lampau
apakan
itu biar
segala
dulu.” Maksudnya barang apa coba? Hahaha… ini maksudnya hanya dapat terkejar kalau ada peraganya. Misalnya saya cak hendak minta tolong anak saya merapikan sesuatu, maka saya akan tunjuk barangnya, lalu entah kenapa mau beberapa tangga-panjang teko capek ya, jadilah pakai “Tolonglah apakan silam biar apa.” Dan anak asuh saya terkekeh-kekeh koteng karen jijik dengan bahasa maminya.
Ya terbatas kian itulah yang saya sadar ya, jikalau ada nan ingin menambahkan yuk lho. Sebaiknya tulisan ini boleh membantu lakukan nan cak hendak berlatih bahasa Wadah.
Oh iya, kalau kalian makara jalan-jalan ke Medan, jangan lupa melipir lagi ke sekitarnya, main-mainlah ataupun kemping di Ancala Gajah Bobok, atau bisa sekali lagi mampir ke Taman Simalem Resort. Dua tempat tamasya di Persil Karo itu memang tersurat yang kelewatan indahnya, saking keterlaluan indahnya, tentu nyesal kalau gak singgah. Di sana kalian akan dapat melihat indahnya Danau Toba dari sisi tidak. Percayalah kataku, prodeo kelepasan jauh-jauh ke luar negeri, tapi jika belum pernah mengintai berbarengan danau fenoemenal di negeri sendiri ini, RUGI!
Salam,
ZD
Bahasa Medan Sehari Hari
Source: https://tehsusu.com/kamus-bahasa-medan/