Doa Sang Katak Pdf
Doa Sang Katak Pdf
Presiden Amerika Serikat yang bernama William Howard Taft menengah santap malam momen putranya nan sulung menyampaikan kritiknya adapun sesuatu secara tidak hormat mengenai ayahnya.
Semua individu terkejut atas keberanian anak itu dan seluruh ruangan menjadi sangat sepi. “Apakah bapak tidak akan menghukumnya?” tanya “first lady” nyonya Taft.
Presiden Taft menjawab “Jika ucapan itu ditujukan kepada saya selaku ayah, jelas dia akan segera dihukum”.
“Akan tetapi kalau ucapan itu ditujukan kepada saya sebagai Presiden Amerika Kongsi, anak itu mempunyai properti mengungkapkan pendapat nan dijamin maka dari itu UU”.
Adv amat de Mello memberi komentar: “Kok sendiri ayah harus dikecualikan dari suara yang baik kerjakan seorang Presiden?”
Entah sebuah kebetulan atau tidak dengan kepala karangan pusat de Mello, tapi Indonesia juga kebetulan hari ini memiliki koteng presiden yang senang sreg dabat kangkung. Sehingga itulah juga yang menjadi munculnya frase kecebong (anak katak) dan kampret internal konstelasi pemilu beberapa waktu semalam, yang layak seru, yang sekarang justru para maesenas pasukan ‘bangkong’ dan armada ‘lelawa’ sudah berbaur kembali.
Sungguh bernasib baik Indonesia semua pertengkaran tersebut akhirnya berujung akur dan baik-baik tetapi bagi para pembesar tersebut meskipun hal ini belum tentu berbanding literal dengan hal sekarang yang dihadapi makanya rakyatnya.
Cerita bermula de Mello dalam ‘Doa Sang Katak’ saya pikir pas menarik untuk dituliskan dalam rang kegalauan juru tulis saat merespon lolosnya anak kepala negara umpama calon Walikota dengan mudah sekali yang didukung resmi makanya partai kebijakan buat bertarung pada Pilkada pada Desember nanti.
Tentunya dalam konteks demokrasi yang model barat hari ini sah-normal doang sesuai dengan aturan demokrasi barat nan memang sudah disepakati di Indonesia lega detik ini. Walaupun jika dipandang dari kacamata etika kebijakan pasti hal ini menjadi tertentang agak tidak bersusila terhadap rakyat.
Kita di Indonesia cukup familiar dengan adagium “paling legit jadi anak asuh presiden lebih lagi dibanding presiden itu sendiri”, karena apapun yang kita inginkan justru akan bisa terpenuhi dengan mudah minus halangan berarti, adagium berikutnya ialah juga berbunyi “paling legit menjadi teman presiden dibanding presidennya itu sendiri”. Hal ini mungkin dapat belaka benar jika kita coba telisik laporan DPP KNPI soal maraknya rangkap jabatan di Komisaris BUMN yang diisi oleh fenomena 4L atau “Lu Lagi Lu Pula”.
Sepertinya kita sangat toleran plong ketamakan dan “kemarukan” jabatan publik yang menyakut orang banyak, padahal idealnya kita harus menjadi Pancasilais yang dalam kontek ini menyangsang keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Logika juru tulis bagaimana kita bisa adil jika semua para pemimpin itu melakukan rangkap jabatan dengan gaji besar dan akomodasi mumpuni yang diberikan bagi para komisaris BUMN. Penulis hanya boleh ikut bersedih mengaram fenomena ini, di mana anak-momongan sakti dan jujur sekarang menjadi kekurangan kesempatan dalam mengabdi kepada negara dan awam. Jika mereka enggak anak atau inversi kepala negara maka akan sukar sekali dalam peristiwa sekarang ini.
Fenomena ini sebuah fenomena yang cenderung oligarki dan borjuis dalam situasi sosial publik seperti ini. Semoga dugaan penulis keliru dan presiden kita Sampul Jokowi segera bisa mengkoreksi keadaan ini dengan maksimal demi kebaikan kita bersama.
Dalam kontek ini notulis pun mencoba menjadi momongan (ideologis) Kepala negara Jokowi dengan mengumpamakan premis bahwa Kepala negara Jokowi sebagai pemimpin yaitu lagi ayah bunda rakyat. Penyalin mencoba untuk seolah-olah berharta dalam situasi yang sama dalam mengkritik kepala negara Jokowi sebagaimana anak Presiden Taft yang entah sira anak biologis ataupun anak ideologis dari seorang kepala negara.
Karena suara minor itu pada dasarnya sebuah pengungkapan kebenaran bukan sebuah pengungkapan kesalahan. Garitan ini dibuat karena sungguh pedulinya carik kepada presiden Jokowi sebagai “ayah bundanya” nan ingin mencoba membuat “eling” sang bos rumah tangga agar jangan sebatas tanggungan besar nan bernama Indonesia ini menjadi bosor makan terbimbing dengan bebas kerjakan siapapun rakyat Indonesia.
Sebagai momongan ideologis penulis tentunya tidak seberuntung cucu adam-individu tak yang menjadi anak asuh atau antitesis seorang presiden. Sebagai sebuah contoh berwujud yang dialami penulis sendiri dalam peristiwa menjadi kelompok terkecil di negeri ini di mana sebagai aktivis Khonghucu penulis acap kali utus akta melangah kepada Presiden Jokowi semata-mata bakal selalu mengingatkan agar engkau sudi hadir dalam acara Imlek Nasional Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) dan menyoal Ditjen Khonghucu di Kementerian Agama yang sebatas kini bukan jalinan direspon maka dari itu presiden adakalanya.
Ini namanya nasib, tapi sebagai seorang penganut Khonghucu notulis selalu diajarkan untuk tidak menyerah sreg hidup dan keadaan karena dalam ilmu agama Khonghucu selalu ditanamkan “Selama kekuatan bathin dan hati manusia makin unggul semenjak apapun, maka kesuksesan tidak akan pernah meninggalkan kita”. Demikianlah yang termuat dalam The Book of Change (I Ching).
Cegak gelojoh Presiden Jokowi privat mendahului negeri ini sehingga selalu menjadi provinsi yang lebih baik. Izinkan hari ini saya menjadi katak yang sedang sembahyang bikin arti pemimpinnya sebaiknya menjadi ayah bunda rakyat sebagaimana dalam judul trik Anthony de Mello.
Kristan
Intelektual muda Khonghucu dan wakil bos umum DPP KNPI
Doa Sang Katak Pdf
Source: https://publika.rmol.id/read/2020/07/17/444056/doa-sang-katak-dilema-presiden-jokowi